Halal Bihalal adalah budaya di Indonesia, khususnya umat Islam setelah melaksanakan Puasa Romadhan, sebagian umat Islam melaksanakan acara Halal Bihalal, baik di lingkungan perumahan, di Instansi dan tempat kerja masing-masing.
Menurut M. Quraish Shihab di dalam bukunya yang berjudul Membumikan Al Qur'an (lihat : http://www.islamnyamuslim.com/2013/07/pengertian-dan-makna-halalbihalal.html), setidaknya ada tiga pengertian Halal Bihalal, yaitu :
- Kata Halal Bihalal berasal dari kata 'halla' atau halal yang bisa berarti menyelesaikan persoalan atau problem, meluruskan benang kusut, mencairkan air yang keruh, dan melepaskan ikatan yang membelenggu.
- Kata Halal digunakan sebagai lawan dari kata haram dan makruh. Dengan pengertian ini maka Halal Bihalal mengandung arti kekinian setiap orang yang berhalalbihalal untuk membebaskan diri dari perbuatan yang haram dan makruh, atau membebaskan diri dari perbuatan dosa.
- Kata Halal Bihalal bisa digunakan untuk menjelaskan pesan yang dikandung oleh tradisi tersebut. Dalam konteks ini halalbihalal merupakan media yang paling efektif untuk merajut kembali hubungan yang membeku dengan cara saling memaafkan dan menyadari kekhilafan masing-masing.
Setelah bulan Romadhan berlalu, memasuki bulan Syawal, khususnya tanggal 1-2 Syawal ('Idul Fitri), umat Islam di saling kunjung-mengunjungi untuk saling maaf-memaafkan (Halal Bihalal). Dalam berhalal bihalal, sebagai ungkapan rasa, masyarakat Islam terbiasa mengucapkan "Minal 'Aidin wal Faaizin, mohon maaf lahir dan batin".
Tentang Maaf-Memaafkan
Tentang Maaf-Memaafkan
Di kalangan umat Islam, masih banyak yang memahami, bahwa kewajiban kita adalah meminta maaf, bukan memaafkan kesalahan orang lain. Pemahaman yang benar adalah, kita harus memaafkan kesalahan orang lain, bahkan sebelum orang tersebut meminta maaf kepada kita.
Firman Alloh Swt., "... Fa'fu'anhum wastghfirlahum..." Artinya, "Karena itu maafkanlah mereka, dan mohonkanlah ampun bagi mereka". (QS. Ali Imron (3) : 159).
Sangat jelas dalam ayat tersebut bahwa, kita selaku umat Islam, diperintahkan untuk memaafkan kesalahan orang lain. Sebagaimana Firman Alloh Swt. "Khudzil afwa wa'mur bil 'urfi wa a'ridh 'aanil jaahiliina". Artinya, "Jadilah engkau pema'af dan suruhlah orang mengerjakan yang ma'ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh".
Juga Firman Alloh Swt., "...Wal ya'fuu wal yashfahuu alaa tuhibbuuna ayyaghfirollohu lakum..". Artinya, ".. Dan hendaklah mereka mema'afkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu?".
Namun demikian, bahaya dosa kepada sesama manusia sangatlah besar. Bahkan Alloh tidak akan mengampuni dosa hamba sesama manusia, sebelum manusia tersebut saling maaf-memaafkan, sebagaimana Hadits Rasululloh Saw. dari Anas bin Malik r.a. : "Kezaliman itu terbahagi kepada tiga. Pertama kezaliman tidak diampunkan Allah. Kedua kezaliman diampunkan Allah dan ketiga kezaliman yang Allah tidak ikut campur dalam hal itu. Kezaliman tidak diampunkan Allah adalah syirik. Kezaliman diampunkan Allah adalah dosa manusia ke atas dirinya dan tuhannya. Kezaliman yang Allah tidak ikut campur adalah dosa di antara manusia dengan manusia, sehingga mereka menyelesaikannya terlebih dulu".
Hadits Rosululloh Saw. "Barangsiapa yang mempunyai kezhaliman kepada saudaranya mengenai hartanya atau kehormatannya, maka diminta dihalalkanlah kepadanya dari dosanya itu sebelum datang hari di mana nanti tidak ada dinar dan dirham (hari kiamat), di mana akan diambil dari pahala amal kebaikannya untuk membayarnya. Kalau sudah tak ada lagi amal kebaikannya, maka akan diambil dari dosa orang yang teraniaya itu, lalu dipikulkan kepada orang yang menganiaya itu� (HR. Bukhari).
Berkata Sayyid Abah Aos, "Ada dosa yang tidak diampuni oleh Alloh, tapi bisa hilang karena diambil oleh orang lain, manakala ia dighibah maka dosanya dipikul oleh orang yang mengghibahnya".
Terkait dengan hal ini, ada orang yang berkata, "Yang penting kan saya sudah minta maaf, kalau dia tidak memaafkan, itu urusan dia". Ungkapan ini, kalau ditelaah tidaklah sesederhana itu, justru kita harus khawatir kalau-kalau kesalahan kita tidak dimaafkan olehnya. Maka dari itu, berhati-hatilah kita dalam bertindak, jangan sampai kita zholim terhadap orang lain.
Tentang Minal 'Aidin wal Faaizin
Secara bahasa, minal 'aidin artinya adalah 'orang-orang yang kembali', sedangkan wal faaizin, adalah 'menang/beruntung'.
Tentang ucapan ini, sebagian umat Islam mempermasalahkan ucapan ini, bahkan ada yang menuduh bahwa ucapan tersebut adalah termasuk perkara yang Bid'ah. Mengingat tidak ada satu riwayat pun dari Nabi Muhammad Saw. tentang bagaimana ucapan beliau ketika bersalaman di Hari Raya 'Idul Fitri. Namun ada riwayat dari para Sahabat, bahwa mereka mengucapkan, "Taqobbalallohu Minna wa Minkum". Artinya, "Semoga Alloh menerima amalku dan amal kalian".
Sebenarnya tidaklah salah kalau kita mengucapkan Minal 'Aidin Wal Faazin, kalau hal tersebut kita yakini sebagai Do'a kita kepada orang yang kita ajak bersalaman. Yang salah adalah, jika ucapan tersebut kita yakini sebagai aturan Syar'i yang dicontoh oleh Rosululloh Saw. Sepanjang hal tersebut kita yakini sebagai doa, maka ucapan tersebut bukanlah termasuk perkara yang Bid'ah. Jadi kita, umat Islam khususnya di Indonesia tidak perlu ragu untuk mengucapkan Minal 'Aidin Wal Faaizin ketika kita berlebaran. Ucapan Minal 'Aidin Wal Faaizin, kita yakini sebagai doa kepada saudara kita bahwa kita berprasangka baik kepadanya karena telah melaksanakan Ibadah Puasa di Bulan Romadhan.
Pertanyaannya adalah, siapa yang sudah kembali? dan bagaimana orang yang menang/beruntung?
Orang-orang yang kembali :
Orang yang sudah kembali adalah orang-orang yang telah mampu mengendalikan Hawa Nafsunya. Coba kita perhatikan Firman Alloh sbb:
"Yaaa ayyatuhan-nafsul muthma-innatu irji'ii ilaa rabbiki raadiyatan mardhiyyatan fadkhulii fii 'ibaadii wadkhulli jannati". Artinya, "Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi di Ridhoi-Nya, maka masuklah ke dalam jamaah hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam syuga-Ku". (QS. Al Fajr (89) : 27-30).
Jiwa yang tenang adalah jiwa yang senantiasa berdzikir kepada Alloh, sebagaimana Firman-Nya, "Alladziina aamanuu watathma-innu quluubuhum bidzikrillaahi alaa bidzikrillaahi tathma-innu alquluubu". Artinya, "(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram". (QS. Ar Ra'du (13) : 28).
Orang yang senantiasa berdzikir kepada Alloh adalah orang yang beruntung, sebagaimana Firman-Nya, "Qod aflaha man tazakkaa wadzakarosma Robbihii fashollaa". Artinya, "Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman) dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia sholat". Dan Firman-Nya, "Qad aflaha man zakkaahaa". Artinya, "Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu". (QS. Asy Syamsi (91) : 9).
Untuk membersihkan diri/jiwa adalah dengan cara selalu mengingat Alloh Swt. (Dzikrulloh), sebagaimana Firman-Nya, "Wadzkur Robbaka fii nafsika tadharru'an wakhiifatan waduunaal jahri minalqauli bil ghuduwwi waal-ashooli walaa takun minal ghaafiliina". Artinya, "Dan sebutlah (nama) Tuhannmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termask orang-orang yang lalai". (QS. Al A'raaf (7) : 205).
Bagaimana caranya berdzikir?
Berdzikir harus melalui Talqin Dzikir, sebagaimana Sabda Rosululloh Saw., "Laqqinuu mautakum bi LAA ILAAHA ILLALLOH". Artinya, "Talkinkan (ajarkan) oleh kamu kepada orang yang akan mati, dengan LAA ILAAHA ILLALOH". (Al Hadits).
Jadi kesimpulannya, orang yang kembali adalah orang yang sudah di talqin dzikir dan sudah mampu mengendalikan dirinya (nafsunya) dengan selalu berdzikir, lalu ia mengenal Tuhannya dengan cara senantiasa berdzikir kepada Alloh.
Jadi kesimpulannya, orang yang menang atau beruntung adalah orang yang telah selamat dari Neraka dan telah masuk ke Syurga. Sebagaimana Firman-Nya, "Laa yastawii ash-haabun-naari wa-ash-haabul jannati ash-haabul jannati humul faa-izuuna" Artinya, "Tidaklah sama penghuni-penghuni neraka dengan penghuni-penghuni jannah; penghuni-penghuni jannah itulah orang-orang yang beruntung". (QS. Al Hasyr (59) : 20).
Hadist Rosululloh Saw., "Man Qoola LAA ILAAHA ILLALLOH dakholatul jannah". Artinya, "Barang siapa mengucapkan LAA ILAAHA ILLALOH pasti masuk Syurga".
Kuncinya Syurga adalah LAA ILAAHA ILLALOOH.
Itulah Makna Halal Bi Halal.
Sangat jelas dalam ayat tersebut bahwa, kita selaku umat Islam, diperintahkan untuk memaafkan kesalahan orang lain. Sebagaimana Firman Alloh Swt. "Khudzil afwa wa'mur bil 'urfi wa a'ridh 'aanil jaahiliina". Artinya, "Jadilah engkau pema'af dan suruhlah orang mengerjakan yang ma'ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh".
Juga Firman Alloh Swt., "...Wal ya'fuu wal yashfahuu alaa tuhibbuuna ayyaghfirollohu lakum..". Artinya, ".. Dan hendaklah mereka mema'afkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu?".
Namun demikian, bahaya dosa kepada sesama manusia sangatlah besar. Bahkan Alloh tidak akan mengampuni dosa hamba sesama manusia, sebelum manusia tersebut saling maaf-memaafkan, sebagaimana Hadits Rasululloh Saw. dari Anas bin Malik r.a. : "Kezaliman itu terbahagi kepada tiga. Pertama kezaliman tidak diampunkan Allah. Kedua kezaliman diampunkan Allah dan ketiga kezaliman yang Allah tidak ikut campur dalam hal itu. Kezaliman tidak diampunkan Allah adalah syirik. Kezaliman diampunkan Allah adalah dosa manusia ke atas dirinya dan tuhannya. Kezaliman yang Allah tidak ikut campur adalah dosa di antara manusia dengan manusia, sehingga mereka menyelesaikannya terlebih dulu".
Hadits Rosululloh Saw. "Barangsiapa yang mempunyai kezhaliman kepada saudaranya mengenai hartanya atau kehormatannya, maka diminta dihalalkanlah kepadanya dari dosanya itu sebelum datang hari di mana nanti tidak ada dinar dan dirham (hari kiamat), di mana akan diambil dari pahala amal kebaikannya untuk membayarnya. Kalau sudah tak ada lagi amal kebaikannya, maka akan diambil dari dosa orang yang teraniaya itu, lalu dipikulkan kepada orang yang menganiaya itu� (HR. Bukhari).
Berkata Sayyid Abah Aos, "Ada dosa yang tidak diampuni oleh Alloh, tapi bisa hilang karena diambil oleh orang lain, manakala ia dighibah maka dosanya dipikul oleh orang yang mengghibahnya".
Terkait dengan hal ini, ada orang yang berkata, "Yang penting kan saya sudah minta maaf, kalau dia tidak memaafkan, itu urusan dia". Ungkapan ini, kalau ditelaah tidaklah sesederhana itu, justru kita harus khawatir kalau-kalau kesalahan kita tidak dimaafkan olehnya. Maka dari itu, berhati-hatilah kita dalam bertindak, jangan sampai kita zholim terhadap orang lain.
Tentang Minal 'Aidin wal Faaizin
Secara bahasa, minal 'aidin artinya adalah 'orang-orang yang kembali', sedangkan wal faaizin, adalah 'menang/beruntung'.
Tentang ucapan ini, sebagian umat Islam mempermasalahkan ucapan ini, bahkan ada yang menuduh bahwa ucapan tersebut adalah termasuk perkara yang Bid'ah. Mengingat tidak ada satu riwayat pun dari Nabi Muhammad Saw. tentang bagaimana ucapan beliau ketika bersalaman di Hari Raya 'Idul Fitri. Namun ada riwayat dari para Sahabat, bahwa mereka mengucapkan, "Taqobbalallohu Minna wa Minkum". Artinya, "Semoga Alloh menerima amalku dan amal kalian".
Sebenarnya tidaklah salah kalau kita mengucapkan Minal 'Aidin Wal Faazin, kalau hal tersebut kita yakini sebagai Do'a kita kepada orang yang kita ajak bersalaman. Yang salah adalah, jika ucapan tersebut kita yakini sebagai aturan Syar'i yang dicontoh oleh Rosululloh Saw. Sepanjang hal tersebut kita yakini sebagai doa, maka ucapan tersebut bukanlah termasuk perkara yang Bid'ah. Jadi kita, umat Islam khususnya di Indonesia tidak perlu ragu untuk mengucapkan Minal 'Aidin Wal Faaizin ketika kita berlebaran. Ucapan Minal 'Aidin Wal Faaizin, kita yakini sebagai doa kepada saudara kita bahwa kita berprasangka baik kepadanya karena telah melaksanakan Ibadah Puasa di Bulan Romadhan.
Pertanyaannya adalah, siapa yang sudah kembali? dan bagaimana orang yang menang/beruntung?
Orang-orang yang kembali :
Orang yang sudah kembali adalah orang-orang yang telah mampu mengendalikan Hawa Nafsunya. Coba kita perhatikan Firman Alloh sbb:
"Yaaa ayyatuhan-nafsul muthma-innatu irji'ii ilaa rabbiki raadiyatan mardhiyyatan fadkhulii fii 'ibaadii wadkhulli jannati". Artinya, "Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi di Ridhoi-Nya, maka masuklah ke dalam jamaah hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam syuga-Ku". (QS. Al Fajr (89) : 27-30).
Jiwa yang tenang adalah jiwa yang senantiasa berdzikir kepada Alloh, sebagaimana Firman-Nya, "Alladziina aamanuu watathma-innu quluubuhum bidzikrillaahi alaa bidzikrillaahi tathma-innu alquluubu". Artinya, "(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram". (QS. Ar Ra'du (13) : 28).
Orang yang senantiasa berdzikir kepada Alloh adalah orang yang beruntung, sebagaimana Firman-Nya, "Qod aflaha man tazakkaa wadzakarosma Robbihii fashollaa". Artinya, "Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman) dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia sholat". Dan Firman-Nya, "Qad aflaha man zakkaahaa". Artinya, "Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu". (QS. Asy Syamsi (91) : 9).
Untuk membersihkan diri/jiwa adalah dengan cara selalu mengingat Alloh Swt. (Dzikrulloh), sebagaimana Firman-Nya, "Wadzkur Robbaka fii nafsika tadharru'an wakhiifatan waduunaal jahri minalqauli bil ghuduwwi waal-ashooli walaa takun minal ghaafiliina". Artinya, "Dan sebutlah (nama) Tuhannmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termask orang-orang yang lalai". (QS. Al A'raaf (7) : 205).
Bagaimana caranya berdzikir?
Berdzikir harus melalui Talqin Dzikir, sebagaimana Sabda Rosululloh Saw., "Laqqinuu mautakum bi LAA ILAAHA ILLALLOH". Artinya, "Talkinkan (ajarkan) oleh kamu kepada orang yang akan mati, dengan LAA ILAAHA ILLALOH". (Al Hadits).
Jadi kesimpulannya, orang yang kembali adalah orang yang sudah di talqin dzikir dan sudah mampu mengendalikan dirinya (nafsunya) dengan selalu berdzikir, lalu ia mengenal Tuhannya dengan cara senantiasa berdzikir kepada Alloh.
Bagaimana agar kita bisa menang?
- Kita harus beriman yang benar, percaya kepada Alloh (LAA ILAAHA ILLALLOH), Sebagaimana Hadits, Dari Abu Hurairah radhiyallahu �anhu ia berkata: Rasulullah shallallahu �alaihi wa sallam bersabda, �Iman itu ada tujuh puluh atau enam puluh cabang lebih, yang paling utama adalah ucapan �Laailaahaillalloh�, sedangkan yang paling rendahnya adalah menyingkirkan sesuatu yang mengganggu dari jalan, dan malu itu salah satu cabang keimanan� (HR. Bukhari dan Muslim). Iman yang benar adalah, meyakini dengan hati, mengucapkan dengan lisan, dan melaksanakan dengan perbuatan. Beriman kepada Alloh, kosekuensinya adalah mentaati perintah-Nya yaitu percaya kepada malaikat, percaya kepada kitabulloh, percaya kepada rosululloh, percaya kepada hari kiamat, dan percaya kepada ketetpan baik dan buruk (enam rukun iman).
- Senantiasa berhijrah dari keburukan menuju kepada kebaikan.
- Senantiasa berjihad, yaitu berjuang dengan harta, benda, dan jiwa.
Sebaimana Firman-Nya :
"Alladziina aamanuu wahaajaruu wajaahaduu fii sabiilillaahi bi-amwaalihim wa-anfusihim a'zhamu darajatan 'indallaahi wa ulaa-ika humul faa-izuuna". Artinya, "Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta, benda dan diri mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah; dan itulah orang-orang yang mendapat kemenangan". (QS. At Taubah (9) : 20).
Jadi kesimpulannya, orang yang menang atau beruntung adalah orang yang telah selamat dari Neraka dan telah masuk ke Syurga. Sebagaimana Firman-Nya, "Laa yastawii ash-haabun-naari wa-ash-haabul jannati ash-haabul jannati humul faa-izuuna" Artinya, "Tidaklah sama penghuni-penghuni neraka dengan penghuni-penghuni jannah; penghuni-penghuni jannah itulah orang-orang yang beruntung". (QS. Al Hasyr (59) : 20).
Hadist Rosululloh Saw., "Man Qoola LAA ILAAHA ILLALLOH dakholatul jannah". Artinya, "Barang siapa mengucapkan LAA ILAAHA ILLALOH pasti masuk Syurga".
Kuncinya Syurga adalah LAA ILAAHA ILLALOOH.
Itulah Makna Halal Bi Halal.
Posting Komentar untuk "MAKNA "HALAL BI HALAL""