Di sebuah pondok pesantren, terdapat seorang santri yang tengah menuntut ilmu pada seorang Kyai. Sudah bertahun-tahun lamanya si santri belajar tapi dia merasa masih haus ilmu. Akhirnya Kyai memutuskan memberinya serangkaian ujian untuk membuktikan bahwa si Santri benar-benar sudah matang ilmunya.
Ujian pertama, kedua, dan ketiga sudah berhasil diselesaikan. Tinggal satu ujian terakhir yang harus dibereskan si Santri.
“Anakku, aku tahu ilmu kamu sudah sangat sempurna,”puji sang Kyai mendapati hasil ujian santrinya.
“Terima kasih Pak Kyai, tapi masih ada satu ujian yang harus saya taklukkan,”ujarnya gusar.
“Baiklah, ujian terakhir ini bisa dikatakan gampang-gampang susah,”ujar sang kyai penuh teka-teki.
Si Santri merasa tidak sabar ingin segera menyelesaikan ujian tersebut, karenanya dia terus mendesak agar Sang Kyai,”apa yang harus saya lakukan, Kyai?”tanyanya.
Perlahan Sang kyai membenarkan posisi duduknya, “baiklah, dalam tiga hari ini, aku ingin meminta kamu mencarikan seorang ataupun makhluk yang sangat buruk dari kamu, “ujar sang Kyai.
“Tiga hari itu terlalu lama Kyai, aku bisa menemukan banyak orang atau makhluk yang lebih buruk daripada saya,”jawab Santri penuh percaya diri.
Sang Kyai tersenyum seraya mempersilakan muridnya membawa seorang ataupun makhluk itu kehadapannya.
Santri keluar dari ruangan Kyai dengan semangat,”hem, ujian yang sangat gampang!”
Hari itu juga, si Santri berjalan menyusuri jalanan ibu kota. Di tengah jalan, dia menemukan seorang pemabuk berat. Menurut pemilik warung yang dijumpainya, orang tersebut selalu mabuk-mabukan setiap hari. Pikiran si Santri sedikit tenang, dalam hatinya dia berkata, “ähay.. pasti dia orang yang lebih buruk dariku, setiap hari dia habiskan hanya untuk mabuk-mabukan, sementara aku selalu rajin beribadah.”
Dalam perjalanan pulang Si santri kembali berpikir,”ah, kayaknya si pemabuk itu belum tentu lebih buruk dari aku dech, sekarang dia mabuk-mabukan tapi siapa yang tahu di akhir hayatnya Allah justru mendatangkan hidayah hingga dia bisa khusnul Khotimah, sedangkan aku yang sekarang rajin ibadah, kalau diakhir hayatku, Allah justru menghendaki Suúl Khotimah, bagaimana? “Huuh… berarti pemabuk itu belum tentu lebih jelek dari aku,”ujarnya bimbang.
Hari kedua, si santri kembali melanjutkan perjalanannya mencari orang atau makhluk yang lebih buruk darinya. Di tengah perjalanan, dia menemukan seekor anjing yang menjijikkan karena selain bulunya kusut dan bau, anjing tersebut juga menderita kudisan.
“Ahay…akhirnya ketemu juga makhluk yang lebih jelek dari aku, anjing tidak hanya haram, tapi juga kudisan dan menjijikkan, ”teriak santri dengan girang.
Dengan menggunakan karung beras, si Santri membungkus anjing tersebut dan memboncengnya ke rumah. Namun malam harinya, tiba-tiba dia kembali berpikir, “anjing ini memang buruk rupa dan kudisan, namun benarkah dia lebih buruk dari aku?” Oh tidak, kalau anjing ini meninggal, maka dia tidak akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dilakukannya di dunia, sedangkan aku harus mempertanggungjawabkan semua perbuatan selama di dunia dan bisa jadi aku akan masuk ke neraka. Akhirnya si santri menyadari bahwa dirinya belum tentu lebih baik dari anjing tersebut.
Pada hari ketiga, Si santri mencoba kembali mencari orang atau makluk yang lebih jelek darinya. Namun hingga malam tiba, dia tak jua menemukannya. Lama sekali dia berpikir, hingga akhirnya dia memutuskan menemui sang Kyai.
“Bagaimana Anakku, apakah kamu sudah menemukannya?”tanya sang Kyai.
“Sudah, Kyai,”jawabnya seraya tertunduk. “Ternyata diantara orang atau makluk yang menurut saya sangat buruk, saya tetap paling buruk dari mereka,”ujarnya perlahan.
Mendengar jawaban sang Murid, kyai tersenyum lega,”alhamdulillah.. kamu dinyatakan lulus dari pondok pesantren ini, anakku,”ujar Kyai terharu.
Pelajaran yang bisa kita ambil dari kisah diatas adalah:
Selama kita hidup di Dunia, jangan pernah bersikap sombong dan merasa lebih baik/mulia dari orang ataupun makhluk lain. Kita tidak pernah tahu, bagaimana akhir hidup yang akan kita jalani. Bisa jadi sekarang kita baik dan mulia, tapi diakhir hayat justru menjadi makhluk yang seburuk-buruknya. Bisa jadi pula sekarang kita beriman, tapi di akhir hayat, setan berhasil memalingkan wajah kita hingga melupakan_Nya. Wallahu’alam bissawab
“Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri” (QS. Lukman: 18).
Posting Komentar untuk "Kisah Santri dengan Kyai nya"